PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN BANK SYARIAH
Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah
atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem
bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan
kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank
konvensional, antara lain :
1.
Perbedaan
Falsafah
Perbedaan pokok antara bank
konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang
dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh
aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang
menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan
oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang
dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk
bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu
bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba
secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam
semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak
seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan
saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk
mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain,
atau malah ke dua-duanya.
2.
Konsep
Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah
dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi
jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan
upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan,
maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi
sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang
memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena
pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak
memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan,
maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya
setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan,
didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah
dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai
intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada
nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau
investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi
perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari
pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang
akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar
pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika
keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank
kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah
di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan
usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak
peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank
tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil
membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar
kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin
besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan
banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah
keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari
dana yang disimpannya saja.
3.
Kewajiban
Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi
pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun,
mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan
peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial
(zakat. Infak, sedekah)
4.
Struktur
Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan
adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas
bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing
lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang
bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga
yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk
memberikan sangsi.
Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka
bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau
nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya
ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang
diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank.
Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke
customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitugan
dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah. (Kusuma Asda Sandra)
Pasar pada
Masa Rasulullah
Pasar memegang peranan penting
dalam perekonomian masyarakat Muslim pada masa Rasulullah SAW dan
Khulafaurrasyidin. Bahkan, Muhammad SAW sendiri pada awalnya adalah seorang
pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat. Pada saat
awal perkembangan Islam di Makkah Rasulullah SAW dan masyarakat Muslim mendapat
gangguan dan terror yang berat dari masyarakat kafir Makkah sehingga perjuangan
dan dakwah merupakan prioritas. Ketika masyarakat Muslim telah berhijrah ke
Madinah, peran Rasulullah SAW bergeser menjadi pengawas pasar atau Al- muhtasib.
Pada saat itu mekanisme pasar
sangat dihargai. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga
manakala tingkat harga di Madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang
kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni, yang
tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan monopilistik dan monopsonistik, maka
tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Dalam suatu Hadits
dijelaskan bahwa pasar merupakan hukum alam (Sunnatullah) yang harus dijunjung
tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar
adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah SWT.
Pelanggaran terhadap harga
pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat,
merupakan suatu ketidakadilan (injustice) yang akan dituntut pertanggung
jawabannya dihadapan Allah dan begitu pun sebaliknya.
Penghargaan Islam terhadap
mekanisme pasar berdasar pada ketentuan Allah SWT bahwa perniagaan harus
dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka serta nilai moralitas mutlak
harus ditegakkan. Secara khusus nilai moralitas yang mendapat perhatian penting
dalam pasar adalah persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan.
(Nur
Asiah)
1 komentar:
blognya tolong diupdate terus y biar pelanggan bisa terus ikut..
Posting Komentar